Animalifenews.com – Akhir-akhir ini muncul berita adanya beras oplosan di masyarakat. Prof Tajuddin Bantacut, Pakar Teknologi Industri Pertanian IPB University mengungkap ciri-ciri beras oplosan bisa dikenali secara kasat mata. Menurut dia, beras oplosan dapat terlihat dari warna yang tidak seragam, butiran yang berbeda ukuran, dan tekstur nasi yang lembek setelah dimasak.
“Jika menemukan nasi yang berbeda dari
biasanya seperti warna, bau (aroma), tekstur dan butiran maka dapat ‘dicurigai’
sebagai beras yang telah dioplos dalam arti terdapat kerusakan mutu atau
keberadaan benda asing,” jelasnya dalam sebuah wawancara online di
sela-sela kesibukannya mengajar di Kampus IPB Dramaga, Bogor. (10/7).
![]() |
Foto. Prof. Ir. Tajuddin, Pakar IPB-Ist. |
Dalam beberapa kasus, beras oplosan juga dicampur dengan bahan tambahan benda asing termasuk zat pewarna atau pengawet berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Ia mengimbau agar masyarakat
mewaspadai beras yang terlihat tidak biasa, berwarna aneh, atau berbau.
“Hindari membeli beras tanpa label atau dari sumber yang tidak jelas. Cuci
beras sebelum dimasak dan waspadai bila ada benda asing yang mengambang,”
ucapnya seperti ditulis ipb.ac.id.
Perihal daya simpan, ia menjelaskan
bahwa idealnya beras hanya disimpan maksimal enam bulan agar kualitasnya tetap
terjaga. Sebab, beras juga bisa mengalami kerusakan secara alami, terutama jika
disimpan terlalu lama.
Menurutnya, meski beras sudah disimpan
di tempat yang terkendali, kualitasnya tetap bisa menurun akibat faktor
lingkungan, hama, atau mikroorganisme. “Beras yang rusak bisa dipoles ulang.
Namun, jika kerusakannya sudah parah, baik secara fisik, kimiawi, maupun
mikrobiologis, maka tidak layak untuk dikonsumsi. Terlebih apabila mengandung
bahan kimia atau pengawet, bisa berbahaya untuk kesehatan, “ jelasnya.
Tiga Jenis Oplosan
Ia menambahkan, terdapat
tiga jenis beras yang dikaitkan oplosan, beredar di masyarakat. Pertama, beras
campuran yang dicampur dengan bahan lain seperti jagung. Jenis ini secara umum
ditemukan di beberapa daerah.
Kedua, beras “blended” atau campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa dan tekstur. Ketiga, beras yang dicampur dengan bahan tidak lazim atau sudah rusak, kemudian dikilapkan atau dipoles ulang agar tampak bagus kembali, padahal mutunya sudah menurun.
Prof Tajuddin mengajak masyarakat agar
lebih cermat saat membeli beras dan waspada terhadap penipuan kualitas. Selain
itu, perlu edukasi yang lebih luas agar masyarakat memahami dampak kesehatan
dari mengonsumsi beras yang sudah rusak atau tercemar.
“Jika dikelola dengan baik, sebagai
negara agraris, Indonesia seharusnya tidak hanya fokus pada produksi, tetapi
juga distribusi dan konsumsi beras secara merata dan aman,” tandasnya. (Dda)
0 Komentar