Animalifenews.com – Berkat inovasi permen, dosen sekaligus peneliti IPB University, Prof Christofora Hanny Wijaya meraih penghargaan dari Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI. Hanny berhasil mengembangkan inovasi aplikasi minyak atsiri nasional dalam bentuk permen kayu putih yang dikenal sebagai Cajuputs® Candy. Penghargaan tersebut diterimanya dalam kegiatan Aromatika Indofest 2025 di Jakarta, (11/7).
“Perasaan setelah mendapat penghargaan
tersebut sungguh campur aduk. Kaget, bingung, terharu, dan bangga. Puji Tuhan,
alhamdullilah, Cajuputs® Candy banyak penggemarnya saat kami pamerkan di acara
tersebut,” cerita Prof Hanny kepada tim Humas IPB.
“Hal terpenting adalah kami sudah
membuat inovasi pengembangan minyak atsiri yang bisa diterima khalayak dan
memberikan perspektif lain penggunaan minyak atsiri nasional,” lanjutnya
seperti ditulis laman ipb.ac.id.
![]() |
Foto. Prof Christofora Hanny Wijaya Peroleh Penghargaan-Ist. |
Cajuputs® Candy adalah
permen yang menggunakan flavor minyak atsiri dari tanaman kayu putih (Melaleuca
cajuputi Roxb.). Tanaman khas Indonesia ini dapat menghasilkan minyak
atsiri yang telah dimanfaatkan sebagai ingredien untuk keperluan farmasi,
pengobatan maupun aromaterapi. Cajuput® Candy inovasi Prof Hanny dan
kawan-kawan telah dipatenkan sebagai permen pelega tenggorokan (lozenges).
“Cajuputs® Candy muncul menjadi suatu produk dengan bercirikan bahan baku lokal, murah, praktis, mudah, dan menyehatkan. Bahan flavor permen ini awalnya diperoleh dari tanaman kayu putih yang tumbuh dari Pulau Buru, Kepulauan Maluku,” tutur Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB University ini.
Terobosan dan peluang
Sebagai seseorang yang bergelut di bidang teknologi flavor, Hanny merasa terobosan inovasinya berupa Cajuputs® Candy diharapkan, bisa menjadi peluang invensi sejenis. Hal ini mengingat Indonesia kaya akan sumber kearifan lokal yang belum dimanfaatkan.
Ia menceritakan bahwa penelitian permen kayu putih tersebut telah dilakukan sejak 1996 dan produk inovasi mulai dikomersialisasikan secara massal sejak 2010. Hingga kini, permen inovasinya itu masih ada permintaan.
“Saya bahagia karena invensi ini
melibatkan dan memotivasi banyak pihak. Banyak
mahasiswa, teman-teman dosen dan peneliti, terlibat di dalam penelitian sejak
1996. Didukung oleh Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Departemen, pihak industri,
Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (LKST), pimpinan IPB University, penyuplai
bahan produksi, pewarta, dan pelanggan setia. Peran saya di
sini mungkin lebih sebagai ‘pengepul’ dan sebagai ‘corong’ diseminasi,”
ujarnya.
Dosen yang juga
menjadi Presiden Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia (AFFI) itu berharap akan
lebih banyak lagi terobosan dan inovasi dari IPB University yang terkait dengan
minyak atsiri. Menurutnya, pengembangan minyak atsiri dari hulu ke hilir, termasuk
keterjaminan secara ekonomi, sangatlah strategis, dan itu termasuk dalam bidang
yang digeluti oleh IPB University. Pemanfaatan minyak atsiri dan turunannya
sebagai bahan flavor memberikan nilai ekonomi tinggi.
“Tantangan utama
kita dalam industri minyak atsiri adalah fokus yang masih di sektor hulu, belum
menyentuh hilirisasi secara maksimal. Jika kita berbicara skala industri kecil
dan menengah, hilirisasi ‘crude essential oils’ diversifikasi
dari berbagai tanaman lokal etnik sangat mungkin dilakukan,” ungkapnya.
Akan tetapi, ia
melanjutkan, “Untuk skala besar dengan nilai tambah ekonomi signifikan dan daya
saing global, maka fokus pada produk derivatisasi minyak atsiri unggulan
menjadi kunci kompetitif, bukan hanya sekadar ekstraksi ‘crude oil’.” (Dda)
0 Komentar