Animalifenews.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengidentifikasi terdapat 1,1 juta hektare hutan yang berpotensi untuk ditanam padi gogo dengan cara agroforestry. "Selama ini ada potensi kehutanan yang belum dimaksimalkan fungsinya, karena itu, Saya diminta Bapak Presiden untuk memaksimalkan fungsi hutan," tegas Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
![]() |
Foto.Kementerian Kehutanan Lakukan Penanaman Serentak Agroforestry-ist |
Menhut
menegaskan hal tersebut saat Kementerian Kehutanan berkolaborasi dengan
Kementerian Pertanian serta Perum Perhutani melaksanakan Penanaman Serentak
Agroforestry Pangan dengan mengintegrasikan Tanaman hutan dan Tanaman
Serbaguna (Multi-Purpose Tree Species/MPTS) dengan padi lahan kering
melalui pola agroforestry di Areal Perhutanan Sosial Desa Cikawung,
Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada Selasa (4/02/2025).
![]() |
Foto.Kementerian Kehutanan Lakukan Kegiatan Agroforestry-ist |
Kegiatan ini bagian
dari optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan secara berkelanjutan yang dilakukan
dengan pendekatan pola agroforestry, yaitu dengan mengintegrasikan
tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan produktivitas
lahan, memperkuat ketahanan pangan, serta mendukung kesejahteraan masyarakat
yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Pengembangan dengan pola agroforestry
juga dapat menjadi solusi adaptif dan mitigatif efektif untuk mendukung
ketahanan pangan.
Dalam
sambutannya, Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan menegaskan pihaknya memiliki
komitmen yang tidak akan pernah luntur, bahkan semakin membara untuk mewujudkan
perintah Bapak Presiden untuk swasembada pangan, salah satunya melalui
optimalisasi hutan cadangan tanaman pangan, energi, dan air.
"Selama
ini ada potensi kehutanan yang belum dimaksimalkan fungsinya, oleh karena itu
saya diminta Bapak Presiden untuk memaksimalkan fungsi hutan," katanya.
Terkait
hal tersebut, ia bersama jajaran di Kemenhut mengidentifikasi ada 1,1 juta
hektare yang berpotensi untuk ditanam padi gogo, dengan cara agroforestry.
"Jadi
bukan membuka hutan, tetapi justru merevitalisasi dan mereboisasi hutan yang
memang sudah terdegradasi, baik karena faktor alam, kebakaran hutan, dan
illegal logging sehingga sudah menjadi hamparan yang terbuka," ungkapnya.
Dengan
cara agroforestry, Menhut Raja Antoni mengatakan akan dapat ditanam
Tanaman Hutan dan Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang di sela-selanya
ditanam padi gogo, jagung, dan sebagainya untuk mendukung ketahanan pangan.
"Bapak
Presiden menekankan bahwa hutan wajib lestari, hal ini tidak dapat diganggu,
tetapi pada saat bersamaan pembangunan tidak boleh henti, dan kesejahteraan
rakyat itu pasti. Itu tiga elemen yang harus dilaksanakan," ucapnya.
Kegiatan
kick off penanaman serentak padi lahan kering dengan tanaman hutan dan
MPTS ini, berpusat di areal Perhutanan Sosial KTH Tani Jaya 4 di Kabupaten
Indramayu dan diikuti serentak di 26 titik lokasi penanaman seluruh Indonesia,
yaitu di: 6 regional Balai PSKL, 3 regional wilayah kerja Perum Perhutani dan
17 lokasi binaan Kementerian Pertanian l, dengan luas penanaman pada acara kick
off penanaman serentak ini seluas lebih kurang 122 hektar.
Persebarannya
luas penanamannya, berdasarkan rilis Kemenhut, yaitu di enam regional Balai
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) meliputi Kabupaten Lampung
Selatan, Provinsi Lampung seluas ± 10 Ha; Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB
seluas ± 10 Ha; Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan seluas ± 1 Ha;
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan seluas ± 1 Ha; Kabupaten Halmahera
Barat, Provinsi Maluku Utara seluas ± 5 Ha.
Kemudian
di kawasan Perum Perhutani, penanaman serentak diikuti 3 regional wilayah kerja
Perum Perhutani, yaitu di Divre Perhutani Jawa Barat-Banten di KPH Sumedang
seluas ± 3 Ha; Divre Perhutani Jawa Tengah di KPH Randublatung seluas ± 2 Ha; Perhutani
Jawa Timur di KPH Bojonegoro seluas ± 2 Ha.
Sementara
itu penanaman serentak yang dilakukan di 17 lokasi binaan Kementerian Pertanian
tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat dan Bali,
dengan total seluas 85 hektar.
Target
Penanaman
Target
penanaman tahap pertama tahun 2025, direncanakan mencapai seluas ± 111.176,18
hektar pada areal Perhutanan Sosial, ditambah pada areal Perhutani seluas
±30.056,7 hektar, sehingga total luasan mencapai ±141.232,88 hektare. Dengan
produktivitas padi untuk pola agroforestry ini rata-rata menghasilkan 2
ton gabah kering per hektar atau setara dengan 1 ton beras per hektar, maka
diharapkan dapat dihasilkan ±419.462,37 ton beras untuk sekali tanam.
Pendekatan
agroforestry pangan akan diperkuat melalui program perhutanan sosial yang juga
menjadi kebijakan nasional untuk pemerataan ekonomi dengan mendorong
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan untuk mengelola hutan
secara berkelanjutan melalui pemberian akses legal pengelolaan kawasan hutan,
kesempatan berusaha dan peningkatan kapasitas selama 35 tahun.
Secara
nasional, akses pengelolaan perhutanan sosial telah mencapai 8,3 juta hektare,
melalui program perhutanan sosial, Kementerian Kehutanan mencadangkan ± 1,9
juta Ha untuk pengembangan agroforestry pangan.
Sebagai
informasi, secara nasional, akses kelola perhutanan sosial telah mencapai ± 8,3
juta hektar dengan 11.009 unit SK yang melibatkan ± 1,4 juta lebih Kepala
Keluarga (KK) yang tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia kecuali DKI
Jakarta. Dari Kelompok Perhutanan Sosial yang telah mendapatkan SK Persetujuan
Pengelolaan Perhutanan Sosial tersebut membentuk unit bisnis Kelompok Usaha
Perhutanan Sosial (KUPS) berdasarkan komoditas berupa Hasil Hutan Kayu, Hasil
Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan. Dengan pemberian akses kelola Perhutanan
Sosial, Masyarakat dapat mengelola dan memanfaatkan areal hutan dengan tidak terlepas
dari (tiga) aspek pengelolaan, yaitu kelola sosial, kelola kawasan dan kelola
usaha.
Selanjutnya,
kegiatan agroforestry pangan serentak ini merupakan bagian dari strategi jangka
panjang untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan memperkuat posisi
Indonesia sebagai negara dengan ketahanan pangan yang kokoh dan mandiri,
sekaligus sebagai wujud komitmen pemerintah untuk menjadikan hutan melalui
pengembangan agroforestry sebagai cadangan pangan dari kawasan hutan. Dengan
demikian, hutan tidak hanya memberikan manfaat ekologi, tetapi juga memberikan
manfaat ekonomi dan sosial yang berimbang demi pengelolaan hutan berkelanjutan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Dda/Ril)
0 Komentar