Animalifenews.com - Kasus dugaan paparan radiasi di Cikande, Banten, kembali menjadi sorotan publik. Ancaman zat radioaktif tidak hanya berdampak langsung bagi kesehatan, tetapi juga berisiko jangka panjang hingga memengaruhi generasi mendatang.
Dosen Fakultas
Kedokteran IPB University, dr Laila Rose Foresta, SpRad (K) NKL,
mengatakan, radiasi tidak punya bau, rasa, atau warna. Jika jumlahnya sangat
tinggi, tubuh bisa langsung memberi tanda misalnya, luka bakar di daerah kulit
yang terkena, atau mual, muntah, atau lemas hanya beberapa jam setelah
terpapar.
“Gejala ini
disebut acute radiation syndrome (ARS). Tapi, kalau jumlahnya
kecil dan berulang, tubuh tidak langsung memberi sinyal bahaya. Radiasi bisa
diam-diam mengendap di organ, lalu merusak sel sedikit demi sedikit,” paparnya dikutip
dari situs ipb.ac.id.
![]() |
Foto.Penanganan Radiasi di Cikande, Banten.-Antara |
Ia
menuturkan, efek paparan radiasi dapat berbeda pada setiap orang. Efek inilah
yang disebut dengan stokastik. “Dalam jangka pendek, paparan radiasi tinggi
bisa menyebabkan gangguan saluran cerna hingga menurunkan sel darah putih.
Namun jangka panjang, risikonya lebih serius: kanker, katarak, hingga
menyebabkan kerusakan sumsum tulang belakang yang menimbulkan anemia,
leukopenia, hingga leukemia,” jelasnya.
Menurutnya,
anak-anak dan ibu hamil merupakan kelompok paling rentan paparan radiasi. “Hal
ini karena sel dalam tubuh seorang anak masih dalam masa pertumbuhan. Paparan
radiasi berulang dapat menyebabkan gangguan proses pertumbuhan tersebut,
keterlambatan perkembangan otak, hingga masalah hormonal pada anak,” urainya.
Selain
itu, radiasi juga menimbulkan risiko tinggi pada sistem reproduksi. Radiasi,
jelas Laila, dapat menurunkan kesuburan akibat kerusakan produksi sel sperma
atau ovum. Pada ibu hamil, terutama trimester pertama, paparan radiasi bisa
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, cacat bawaan, hingga
retardasi mental bayi. “Kalau radiasi mengenai sel germinal, mutasi DNA bisa
diwariskan ke generasi berikutnya. Jadi risiko bukan hanya untuk pasien, tapi
juga keturunannya,” tegasnya.
Langkah Penanganan
Untuk mencegah dampak lebih lanjut, langkah utama adalah deteksi dan
penanganan dini. Laila menjelaskan, jika seseorang terpapar radiasi tinggi,
tindakan pertama adalah dekontaminasi eksternal, yakni melepaskan pakaian dan
mencuci tubuh secara menyeluruh, menggunakan sabun dan air mengalir. Jika
pasien sudah menunjukkan gejala, maka dilakukan perawatan suportif, seperti
pemberian cairan, obat antimual, hingga antibiotik profilaktik bila jumlah sel
darah putih menurun.
“Kalau dekontaminasi internal, kami memberikan obat-obatan yang dapat mengikat zat radioaktif dalam tubuh agar bisa dikeluarkan lewat ekskresi. Contohnya, tablet KI untuk mengikat I-131 supaya tidak menumpuk di tiroid, atau prussian blue dan Zn-DTPA untuk jenis zat tertentu,” jelasnya.
Jadi
apa yang harus dilakukan apabila kita terpapar radiasi? Laila menjelaskan untuk
segera mandi dan ganti pakaian untuk membersihkan sisa radiasi, konsumsi obat
yang dianjurkan dokter seperti tablet iodium, yang bisa melindungi
tiroid serta secepatnya mencari pemeriksaan dan perawatan medis.
Laila
menutup dengan kalimat yang menenangkan “Yang paling penting pencegahan. Karena
itu, kewaspadaan terhadap radiasi dan penanganan sejak awal sangat penting,”
pungkasnya. (Dda)
0 Komentar