DIBAHAS, SINERGI NASIONAL PERKUAT EKOSISTEM PERDAGANGAN KARBON

 Animalifenews.com – “Pasar karbon adalah instrumen penting untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sekaligus membuka peluang ekonomi baru. Melalui penguatan ekosistem perdagangan karbon, Indonesia tidak hanya memperkuat posisinya di pasar global, tetapi juga mendorong terciptanya lapangan kerja hijau yang bermanfaat langsung bagi masyarakat. Ini adalah bentuk nyata transisi menuju pembangunan rendah karbon yang inklusif dan berkeadilan,” ujar Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (PPITKNEK), Ary Sudijanto dalam Workshop Sinergi Penguatan Ekosistem Perdagangan Karbon, 22-23 Agustus di Jakarta.

Menurut dia, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) berkomitmen memperkuat tata kelola ekosistem perdagangan karbon lewat penyelenggaraan Workshop tersebut.

Foto.Workshop Perdagangan Karbon KLH

Forum strategis ini, kata dia, mempertemukan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi, asosiasi, Bursa Karbon Indonesia, lembaga validasi-verifikasi, project developer, hingga pelaku usaha nasional maupun internasional, guna mempercepat implementasi Article 6 Paris Agreement serta menumbuhkan pasar karbon Indonesia yang kredibel, inklusif, dan berdaya saing global.

Deputi PPITKNEK,  menegaskan bahwa perdagangan karbon merupakan instrumen penting dalam mencapai target NDC sekaligus membuka peluang ekonomi hijau.

Dalam forum ini, KLH/BPLH menyampaikan komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% secara mandiri dan hingga 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030. Pemerintah juga tengah menyiapkan Second NDC yang akan disampaikan ke UNFCCC pada September 2025, termasuk memasukkan sektor kelautan.

Diskusi strategis membahas penguatan kebijakan, kesiapan supply kredit karbon lintas sektor, kebutuhan supply-demand domestik, serta perkembangan Bilateral Agreement dan Mutual Recognition Arrangement (MRA) yang membuka peluang rekognisi unit karbon Indonesia di pasar internasional.

Berbagai pemangku kepentingan memberi masukan konstruktif: Bursa Karbon Indonesia menekankan rencana onshoring industri kredit karbon pada 2028–2030; Asosiasi Perdagangan Emisi Internasional (IETA) menyoroti integritas supply-demand sesuai standar global; TruCarbon mendorong rekognisi satu arah untuk percepatan; ACX mendorong kolaborasi lintas negara termasuk dengan Malaysia dan Argentina; ARMA Law menekankan perlunya regulasi teknis metodologi dan otorisasi; ACT mendorong peningkatan supply karbon berkualitas; sementara CORSIA dan Fairatmos mengingatkan kesiapan Indonesia menuju compliance maupun voluntary market dengan requirement yang lebih robust serta komunikasi internasional yang transparan.

Direktur Tata Kelola Penerapan Nilai Ekonomi Karbon (TKPNEK), Wahyu Marjaka, menegaskan pentingnya momentum ini untuk konsolidasi langkah nasional. 
“Workshop ini menjadi momentum penting untuk menyatukan langkah seluruh pemangku kepentingan. Dengan adanya masukan dari berbagai pihak, kita semakin siap dalam implementasi nilai ekonomi karbon, baik untuk pasar domestik maupun internasional, sesuai dengan standar Article 6 Paris Agreement. Komunikasi publik yang intens dan konsisten akan memastikan bahwa dunia melihat keseriusan Indonesia dalam menjaga integritas pasar karbon,” ungkap Wahyu Marjaka dalam siaran pers KLH.

Direktur TKPNEK menambahkan, “Indonesia memiliki potensi besar dari sektor FOLU, energi, dan limbah. Dengan tata kelola yang solid dan dukungan pasar yang kuat, pasar karbon Indonesia dapat menjadi motor penggerak ekonomi hijau sekaligus memberi kontribusi nyata bagi mitigasi perubahan iklim.”

Percepatan NDC Sektoral

Forum juga menyoroti percepatan peta jalan NDC sektoral, penguatan skema kredit karbon seperti Joint Crediting Mechanism (JCM) dan MRA dengan lembaga internasional seperti Gold Standard, Verra, Plan Vivo, dan GCC, pengembangan Sistem Registri Nasional (SRN) yang lebih kokoh, serta peningkatan kapasitas Lembaga Validasi Verifikas (LVV) - Lembaga independen yang melakukan validasi dan verifikasi data emisi gas rumah kaca (GRK) untuk memastikan keakuratannya dalam pasar karbon Indonesia yang bertujuan untuk memperkuat perdagangan karbon.

 

PT Mutu Agung Lestari menekankan pentingnya standar dan metodologi SRN memenuhi syarat secara internasional, peningkatan likuiditas Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), serta pengembangan kerangka pengaman (safeguards) untuk menjamin keberlanjutan, integritas lingkungan, dan manfaat sosial.

JCM adalah sistem kerjasama bilateral yang didorong oleh Jepang dan negara mitra (seperti Indonesia) untuk mendorong investasi di proyek-proyek pembangunan rendah karbon, yang memungkinkan Jepang mengklaim pengurangan emisi dan mendapatkan kredit karbonnya untuk memenuhi target iklimnya, sambil mendukung pembangunan berkelanjutan di negara mitra. MRA adalah pengaturan yang lebih baru untuk mengakui dan mencatat kredit karbon JCM secara terpusat dalam sistem registri nasional, memastikan integritas dan transparansi pasar karbon. 

Selain itu, pengembangan instrumen pendukung seperti pajak karbon, cap-and-trade (PTBAE-PU), infrastruktur hukum, serta komunikasi publik yang transparan dianggap penting agar pasar karbon Indonesia mendapatkan kepercayaan global. Melalui kolaborasi lintas sektor, KLH/BPLH menegaskan bahwa perdagangan karbon Indonesia bukan hanya instrumen mitigasi perubahan iklim, tetapi juga pilar penting pembangunan berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja hijau, serta penggerak nyata ekonomi hijau nasional yang diperhitungkan di panggung internasional. (Dda)

 

Posting Komentar

0 Komentar