Animalifenews.com
– Ditengah
maraknya bisnis kopi, ternyata tren produksi kopi nasional Indonesia malah menurun
pada tahun 2021 hingga 2023. Pada 2022, produksi turun sebesar 1,43 persen, dari
786,19 ribu ton menjadi 774,96 ribu ton. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik tentang Statistik Kopi Indonesia, 2023, penurunan kembali terjadi sebesar
16,24 ribu ton atau setara 2,10 persen.
Perlu juga diketahui, Indonesia
sendiri merupakan produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil,
Vietnam, dan Kolombia.
![]() |
Foto.Jenis-Jenis Kopi-Ist. |
Peneliti Pusat Riset Tanaman
Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi
Nasional (BRIN), Nana Heryana menyampaikan peranan riset dan inovasi untuk meningkatkan
produksi kopi unggul dari mulai pembibitan hingga pascapanen. Dia memaparkan dalam webinar EstCrops_Corner
#15 yang bertema “Mengoptimalkan Perkebunan Kakao, Kopi, dan
Pinang di Lahan Suboptimal untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional”, Selasa
(24/6).
Nana menjelaskan, terdapat empat
jenis kopi utama yang dibudidayakan yaitu Arabika, Robusta, Liberika, dan
Ekselsa. Masing-masing jenis tersebut memiliki ciri khas berbeda. Kopi Arabika memiliki aroma kuat,
kekentalan (body) ringan hingga sedang, serta tingkat keasaman
tinggi.
“Kopi Robusta memiliki aroma yang
tidak sekuat Arabika, kekentalan sedang hingga kuat, dan cita rasa pahit. Kopi
Liberika memiliki variasi bentuk dan ukuran biji, serta kadar kafein antara 1,1
persen- 1,3 persen. Sementara itu, kopi Ekselsa memiliki banyak variasi bentuk
dan ukuran biji, namun citarasanya kurang berkualitas,” rinci Nana seperti
ditulis dalam laman berita brin.go.id .
Di sisi lain,
luas lahan perkebunan kopi di Indonesia meningkat sebesar 0,05 persen dari
tahun 2022, menjadi 1.266,85 ribu hektare pada 2023. Produksi kopi
pada tahun tersebut sebagian besar berasal dari Perkebunan Rakyat (PR), yakni
sekitar 99,56 persen. Sementara itu, kontribusi dari Perkebunan Besar Milik
Negara (PBN) hanya sebesar 0,36 persen dan dari Perkebunan Besar Swasta (PBS)
sebesar 0,07 persen (Statistik Kopi Indonesia, BPS 2023).
Cara Perbanyak
Tanaman Kopi
Lebih jauh, Nanan
menyampaikan dua cara dalam memperbanyak tanaman kopi, yaitu secara generatif
dan vegetatif. Perbanyakan generatif menggunakan benih atau biji, sedangkan
perbanyakan vegetatif menggunakan bagian tanaman.
Kopi robusta umumnya diperbanyak
secara vegetatif dengan klon sebagai bahan tanaman. Sebaliknya, kopi arabika
diperbanyak dengan benih dan dianjurkan menggunakan varietas tertentu.
Perbanyakan secara generatif lebih umum digunakan karena lebih mudah dan
singkat dalam menghasilkan bibit siap tanam, dibandingkan metode vegetatif.
“Perbanyakan generatif dilakukan
melalui pembibitan langsung di tanah dan menggunakan kantong plastik (polybag).
Teknik pembibitan ini memiliki kelebihan seperti menghasilkan tanaman dengan
perakaran kuat, biaya murah, umur tanaman lebih lama, serta memungkinkan
menghasilkan varietas baru melalui persilangan. Namun, kelemahannya adalah
tanaman baru belum tentu memiliki sifat sama dengan induknya, berbuah lebih
lama, dan kualitas baru diketahui setelah berbuah,” jelas Nana.
Sementara
itu, perbanyakan vegetatif dilakukan dengan teknik menyambung. Dibutuhkan
batang bawah (onderstam) dan batang atas (entrijs). Batang bawah
harus tahan terhadap penyakit akar dan memiliki sistem perakaran kuat.
Penyambungan dilakukan pada awal musim penghujan atau akhir musim kemarau.
Keuntungan metode ini antara lain masa muda tanaman lebih pendek, lebih cepat
berproduksi, dan sifat baik induk dapat diturunkan. Namun, metode ini memiliki
kelemahan seperti, sistem perakaran kurang kuat, biaya tinggi, waktu lebih
lama, dan sulit diperbanyak dalam jumlah besar dari satu induk.
Masih menurut
Nana, selanjutnya pemindahan bibit dilakukan setelah berumur enam bulan di
pembibitan. Jika dibibitkan di atas tanah, pemindahan dilakukan dengan cara
cabutan atau puteran setelah tanah dilembabkan. Dalam tahapan pembibitan,
pemupukan perlu dilakukan dengan dosis bertahap berdasarkan umur bibit.
Misalnya, pada umur 3 bulan diberikan urea 10 gram/m2, TSP 5 gram/m2, dan KCL 5
gram/m2. Dosis terus meningkat hingga umur 12 bulan.
Berikutnya
adalah pengaturan jarak tanam. Untuk kopi Arabika, jarak tanam bervariasi:
Katai 2,0 x 1,5 m, Agak katai Sigararutang 2,5 x 2,0 m, dan Jangkung (S795,
Gayo 1, Gayo 2) 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 2,0 m. Kopi Robusta ditanam dengan jarak
2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 2,0 m, kopi Liberika 3,0 x 3,0 m atau 4,0 x 2,5 m, dan
kopi Ekselsa 3,0 x 3,0 m atau 2,5 x 4,0 m.
Kemudian
teknik pemupukan yang bertujuan untuk menjaga ketahanan tanaman, meningkatkan
produksi dan mutu hasil, serta menjaga agar produksi tetap stabil. Caranya
dengan membuat lubang di sekeliling pohon, memasukkan pupuk sesuai dosis, dan
menutupnya dengan tanah.
Selain itu,
keberadaan tanaman pelindung penting juga untuk mengatur pembungaan kopi. Jika
menggunakan lamtoro sebagai pelindung, perbandingan dengan kopi adalah 1:2 dan
saat kopi dewasa diperjarang menjadi 1:4. Tinggi percabangan pohon pelindung
disarankan dua kali tinggi pohon kopi.
Sedangkan
pemangkasan tanaman memiliki tujuan memperoleh cabang buah baru, memperlancar
peredaran udara dan cahaya, serta menghilangkan cabang tua atau terserang
penyakit. Kopi Arabika dipangkas pada ketinggian 1,5-1,8 m dan Robusta pada
1,8-2,5 m. Pemangkasan primer dilakukan pada ketinggian 60-80 cm dari tanah.
Sementara itu, pemangkasan produksi dilakukan untuk membuang tunas air, cabang
tidak produktif, cabang tua, dan cabang terserang hama/penyakit.
Cara
Atasi Hama
Lebih
lanjut, Nana menyampaikan cara mengatasi berbagai permasalahan hama dan
penyakit yang kerap menyerang tanaman kopi, seperti bubuk buah, bubuk cabang,
kutu putih, nematoda, karat daun, dan jamur akar. Beragam metode pengendalian
dapat diterapkan, mulai dari pemetikan buah yang terserang, pemangkasan,
penggunaan pestisida dan fungisida, hingga rotasi tanaman serta pemanfaatan
varietas yang tahan terhadap serangan organisme pengganggu tersebut.
Memasuki
tahap panen dan pascapanen, proses ini dilakukan berdasarkan masa pembungaan
tanaman kopi yang tidak berlangsung serentak. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya tiga tahapan panen, yakni panen pendahuluan, panen utama, dan
panen akhir. Untuk jenis kopi Robusta, panen dapat dilakukan dalam waktu 8–11
bulan setelah pembungaan, sementara Arabika memerlukan waktu 6–8 bulan.
Ketepatan waktu panen menjadi hal krusial karena kualitas hasil sangat
dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah, yang ditandai dengan warna merah
terang.
Terdapat
beberapa metode pemanenan yang umum diterapkan. Pertama, panen secara selektif,
yaitu hanya memetik buah yang benar-benar masak. Kedua, setengah selektif,
yakni memetik dompolan yang sebagian besar buahnya sudah matang. Ketiga, panen
lelesan, yaitu mengumpulkan buah kopi yang telah jatuh ke tanah. Terakhir,
panen rajutan, yaitu memetik semua buah kopi tanpa memperhatikan tingkat
kematangannya, biasanya dilakukan pada panen terakhir.
Setelah
proses panen, kopi dapat diolah melalui dua metode utama, yaitu secara kering
atau basah. Pada pengolahan kering, buah kopi dijemur langsung di bawah sinar
matahari, baik dalam kondisi utuh maupun setelah dikupas kulitnya menggunakan
mesin pulper. Sedangkan pada pengolahan basah, dilakukan fermentasi
terlebih dahulu baik secara basah maupun kering untuk menghilangkan lendir
sebelum biji dikeringkan dan kulit tanduknya dilepaskan.
“Produk
akhir yang dihasilkan dari kedua metode ini harus memenuhi standar mutu,
seperti kadar air maksimum dan kebersihan biji dari kotoran atau serangga
hidup,” pungkasnya. (Dda)
0 Komentar