Animalifenews.com – Penyusutan ukuran rumah subsidi dinilai dapat menimbulkan dampak serius terhadap kehidupan keluarga Indonesia. Yulina Eva Riany, Kepala Pusat Kajian Gender dan Anak (PKGA) IPB University mengungkapkan hal tersebut, di sela aktivitasnya sebagai dosen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Jumat (20/6) di Bogor.
Menurut
Yulina, rumah subsidi yang semakin kecil tidak hanya berdampak pada kenyamanan
fisik, tetapi juga mengganggu kualitas hubungan antara anggota keluarga.
![]() |
Grafis.Ukuran Rumah Subsidi Terbaru |
“Ketika
setiap ruang menjadi ruang bersama, maka tidak ada lagi batas sehat antara
fungsi, peran, dan kebutuhan pribadi,” ujarnya seperti ditulis dalam laman ipb.ac.id.
Kondisi ini, katanya, berpotensi memicu konflik, stres, dan kelelahan
emosional.
Ia
menambahkan, anak-anak membutuhkan ruang bermain dan belajar memadai. Sementara
lansia, membutuhkan ruang yang aman dan tenang. Rumah yang sempit, lanjutnya,
dapat menyebabkan stres kronis dan berdampak pada kesehatan mental seluruh
anggota keluarga.
Minimnya privasi juga menjadi isu
utama. Konflik rumah tangga bisa timbul akibat hal-hal kecil seperti jadwal
kerja atau kebutuhan hiburan yang tumpang tindih.
Gen Z
“Terutama bagi ibu muda, termasuk
gen Z, ruang yang sempit memperparah burnout karena tidak
adanya ruang relaksasi,” ujarnya. Dampaknya bisa meluas hingga gangguan mood,
kecemasan, bahkan depresi ringan.
Dari sisi fisik, rumah yang kecil
dan padat sering kekurangan ventilasi dan pencahayaan alami. Hal ini bisa
meningkatkan risiko penyakit seperti gangguan pernapasan. Kualitas material
bangunan yang rendah juga membuat rumah subsidi rentan terhadap kerusakan dan
meningkatkan biaya pemeliharaan jangka panjang.
“Secara ironis, rumah subsidi yang
seharusnya jadi solusi justru bisa menjadi beban ekonomi baru karena renovasi
mandiri yang tak sesuai standar dan pengeluaran tambahan,” kata Dr Yulina.
Ia juga menyoroti minimnya ruang
publik di kawasan rumah subsidi. Jalan yang sempit, kurangnya taman, dan
jauhnya dari pusat aktivitas menyebabkan interaksi sosial warga menjadi
terbatas. Anak-anak kesulitan membangun relasi sosial, sementara pasangan muda
kehilangan dukungan sosial yang penting.
Bagi pasangan gen Z yang memulai
hidup rumah tangga, ukuran rumah subsidi yang rata-rata hanya 36 meter persegi
dirasa tidak memadai. Apalagi jika mereka bekerja dari rumah, karena tidak
adanya ruang kerja khusus menyebabkan tumpang tindih antara aktivitas
profesional dan domestik.
Dr Yulina menegaskan bahwa
penyusutan ukuran rumah subsidi dipicu oleh tekanan ekonomi dan kebijakan
pembangunan yang mengutamakan efisiensi lahan. Namun, menurutnya, kebijakan
tersebut belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan keluarga multigenerasi yang
lazim di Indonesia.
“Alih-alih menjadi tempat tinggal
yang aman dan nyaman, rumah subsidi berisiko berubah menjadi sumber tekanan
baru bagi keluarga,” pungkasnya. (Dda)
0 Komentar