Animalifenews.com – Sebuah Konferensi internasional tentang pengelolaan pertanian di Pakistan, ditekankan bahwa tantangan dalam pengelolaan pertanian terberat adalah adanya Perubahan Iklim. Pengelolaan pertanian di Indonesia, tidak jauh berbeda dengan negara Pakistan. Konferensi yang berlangsung di Islamabad, baru-baru ini, yang dihadiri oleh pakar dan tokoh penting di negara ini, bisa menjadi inspirasi bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan pertaniannya guna mencapai ketahanan pangan.
Konferensi yang bertema Breathe
Pakistan 2025 sangat menginspirasi, terutama sesi tentang pertanian
tangguh. Para ahli menekankan tindakan mendesak dalam pendanaan menghadapi iklim,
pertanian regeneratif, dan perubahan kebijakan untuk pertumbuhan berkelanjutan
![]() |
Foto.Pertanian di Pakistan-thefridaytimes.com |
Konferensi ini mempertemukan para
ahli, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan untuk membahas ketahanan
iklim dan pembangunan berkelanjutan. Di antara sekian banyak diskusi yang
mendalam, menurut penulis pada laman thefridaytimes.com, satu sesi
menonjol sebagai favorit saya—“Pertanian Tangguh, Kehutanan & Sistem Pangan
di Masa Perubahan Iklim.”
Dalam tulisan ini, penulis menjelaskan,
sektor pertanian Pakistan berada di titik balik. Dengan perubahan iklim yang
mengancam ketahanan pangan, mata pencaharian pedesaan, dan sumber daya air, Pakistan
membutuhkan solusi inovatif yang mendesak. Pada Konferensi tersebut, sesi ini
mempertemukan beberapa pemikir paling tajam dalam bidang iklim dan pertanian,
menawarkan perspektif baru tentang cara mengubah lanskap pertanian Pakistan.
Kazim Saeed, CEO Pakistan
Agricultural Coalition, berbicara tentang perlunya keterlibatan sektor swasta
dan model bisnis inovatif untuk mendorong pertumbuhan pertanian Pakistan. Ia
menekankan bahwa pertanian berkelanjutan bukan hanya tentang bertahan hidup—ini
tentang transformasi ekonomi, dan Pakistan harus menciptakan solusi yang dapat
ditingkatkan skalanya yang meningkatkan produktivitas sekaligus melindungi
sumber daya alam.
Sementara Malik Amin Aslam, mantan
Menteri Perubahan Iklim, menjelaskan gambaran yang jelas tentang krisis iklim
yang tengah dihadapi Pakistan. Ia
sangat menganjurkan pengalihan investasi dari subsidi tradisional ke efisiensi
air pertanian.
Ketika
ditanya apa yang akan menjadi prioritasnya jika diberi kesempatan lagi untuk
menjabat, Malik dengan tegas menyatakan bahwa ia akan menyalurkan lebih banyak
dana dalam strategi adaptasi iklim untuk pertanian—perubahan yang sangat
dibutuhkan dalam pemikiran kebijakan.
Taimur
Malik, salah satu pendiri Drawdown Farm, memperkenalkan sebuah konsep
yang sangat menginspirasi—pertanian regeneratif. Wawasannya tentang memulihkan
kesehatan tanah, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan menangkap karbon
menunjukkan bagaimana kita dapat bergerak melampaui pengendalian kerusakan
untuk benar-benar membalikkan sebagian kerusakan lingkungan yang telah terjadi
pada ekosistem kita.
Karyanya
di Drawdown Farm membuktikan bahwa pertanian berkelanjutan bukan hanya
mungkin—tetapi sudah terjadi di Pakistan.
Dr.
Ayesha Khan, pakar pasar berkembang dan keuangan iklim di Acumen, juga
memberikan pemaparan yang sama. Ia menyoroti bagaimana pendanaan iklim dapat
menjadi pengubah permainan dalam mengubah pertanian, khususnya dalam
memberdayakan petani perempuan.
Ia
mengemukakan argumen yang meyakinkan bahwa potensi pertanian Pakistan sebagian
besar belum dimanfaatkan, dan untuk membukanya, Pakistan harus berinvestasi
dalam model yang inklusif gender dan instrumen keuangan yang inovatif.
Terakhir,
Florence Rolle, Perwakilan FAO di Pakistan, mengemukakan kekhawatiran
penting—rendahnya investasi Pakistan dalam penelitian pertanian. Dengan hanya
0,2% dari Pendapatan Kotor Negara ini yang dialokasikan untuk penelitian. Ia
menekankan bahwa Pakistan perlu meningkatkannya menjadi setidaknya 1% jika kita
benar-benar ingin melihat solusi yang didukung sains mendorong sistem pangan Pakistan
maju.
Yang
membuat sesi ini benar-benar transformatif adalah kesadaran bahwa Pakistan
sudah memiliki pengetahuan dan keahlian untuk membangun pertanian tangguh
terhadap iklim. Tantangannya bukan lagi tentang menemukan solusi—tetapi tentang
menerapkannya dalam skala besar dan memastikan kebijakan serta investasi yang
tepat mendukung upaya ini.
Sesi
ini memperkuat keyakinan penulis bahwa pertanian bukan sekadar
industri—melainkan tulang punggung ekonomi Pakistan dan kunci ketahanan iklim.
Para
pembicara memberikan peta jalan yang jelas untuk perubahan, tetapi ujian
sesungguhnya terletak pada penerjemahan ide-ide ini kedalam reformasi
kebijakan, komitmen keuangan, dan inisiatif di lapangan.
Saya
meninggalkan sesi ini tidak hanya dengan inspirasi, tetapi juga tekad. Sebagai
seseorang yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja di bidang
pertanian, pengelolaan air, dan aksi iklim, saya melihat ini sebagai momen
peluang.
Pakistan
memiliki sedikit waktu untuk bertindak sebelum perubahan iklim mengganggu
ketahanan pangan kita secara permanen. Wawasan dari Breathe Pakistan
2025 tidak boleh hanya terbatas pada ruang konferensi—wawasan tersebut perlu
membentuk kebijakan nasional dan tindakan akar rumput. Masa depan pertanian
Pakistan bergantung pada apa yang kita lakukan hari ini. Sekarang adalah saatnya
untuk bertindak. (Ditulis oleh: Dr Saima Hashim, Aktivis Lingkungan dan
Perubahan Iklim/Dda)
0 Komentar