Animalifenews.com – Sebanyak 20,9 persen anak mengalami kesepian, dan 20,9 persen lainnya secara emosional ‘kehilangan sosok ayah’. Hal itu salah satunya disebabkan seluruh anggota keluarga terlalu asyik dengan dunia digital. Sebagai solusi, pentingnya ruang komunikasi dalam keluarga.
“Solusinya hanya satu, diajak ngobrol.
Saat makan bersama, letakkan handphone. Ngobrol apa saja,
yang penting ada ruang komunikasi,” ujar Dr Wihaji, Menteri Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, dalam diskusi bertema “Sinergi Keluarga dan Negara dalam
Perlindungan Anak di Era Digital”. Acara
ini diselenggarakan oleh IPB University yang berlangsung di Auditorium Andi
Hakim Nasution, Kampus IPB Dramaga (31/7).
![]() |
Foto.Menteri Kependudukan & Pembangunan Keluarga-Ist. |
Menteri
hadir sebagai keynote speaker dalam paparannya, menekankan bahwa
dunia digital, khususnya media sosial dan algoritma yang bekerja di baliknya,
sangat memengaruhi cara berpikir dan perilaku anak-anak. Jika tidak diawasi, itu bisa berdampak
negatif terhadap pikiran mereka.
“Handphone menjadi
keluarga baru kita, yang memengaruhi tidak hanya anak-anak, tetapi juga orang
tua. Teknologi harusnya membantu kita, bukan malah merusak,” lanjut Wihaji seperti ditulis laman ipb.ac.id.
Ia memaparkan, bahwa 92 persen anak usia 6–17 tahun telah menggunakan internet. Namun, hanya 37 persen dari mereka mendapat pendidikan digital secara memadai. “Ini berarti 63 persen anak belum pernah mendapat edukasi tentang bagaimana menggunakan media digital secara bijak. Ini pekerjaan besar kita bersama,” tambahnya.
Kontribusi IPB
Sementara itu diskusi ini merupakan upaya IPB University memperkuat peran keluarga dan negara dalam melindungi anak di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Diskusi ini diselenggarakan Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik IPB University dalam The 54th Strategic Talks.
Prof Arif Satria, Rektor IPB University dalam sambutannya menegaskan pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak. “Ketahanan keluarga menjadi pilar penting kemajuan bangsa. Komunikasi orang tua dan anak adalah fondasinya,” tegasnya.
Ia menyampaikan, hasil riset IPB
University yang menunjukkan bahwa komunikasi yang intens antara ibu dan anak
berkorelasi positif dengan prestasi akademik anak, terutama di tingkat SMA.
“Semakin berkualitas komunikasi itu,
prestasi akademik anak cenderung meningkat,” ungkapnya.
Selain itu, ia menuturkan bahwa
pendidikan anak di era digital membutuhkan sinergi antara keluarga dan negara.
Karena itu, Arif turut mengapresiasi program Gerakan Ayah Teladan Indonesia
(GATI) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
“Gerakan ini sangat relevan. Di tengah
kesibukan ayah, ruang komunikasi dengan anak jadi minimal. Ini harus kita
dorong agar relasi dalam keluarga tetap kuat,” kata Arif.
Lebih jauh, IPB University menyatakan
kesiapannya menjadi pusat pemikiran (think-tank) bagi penguatan
kebijakan keluarga dan perlindungan anak di era digital. Terlebih, IPB
University memiliki program studi Ilmu Keluarga, mulai dari jenjang S1, S2,
hingga S3 yang menjadi basis akademik untuk mendukung pembangunan keluarga di
Indonesia.
“Kami siap memberikan rekomendasi
kebijakan kepada pemerintah melalui hasil riset sebagai bentuk kontribusi
perguruan tinggi terhadap pembangunan keluarga nasional,” jelasnya.
Ia menegaskan, bahwa peran perguruan
tinggi bukan hanya di bidang akademik, tetapi juga memberi kontribusi nyata
dalam pembentukan kebijakan berbasis bukti (policy brief) untuk
memperkuat pembangunan manusia dan keluarga di Indonesia.
“Kami siap berkolaborasi, bersinergi,
dan menyampaikan hasil-hasil pelatihan kepada kementerian sebagai bahan
kebijakan nasional,” tutupnya. (Dda)
0 Komentar